Surat Edaran no. 48 Tahun 2015 |
Senin kemarin (28/12/2015) dunia logistik di kagetkan dengan adanya Surat Edaran no. 48 Tahun 2015, yang berisi tentang larangan truk untuk beroperasi di hari libur akhir tahun, dari tanggal 30 Desember hingga 03 Januari 2015 (SE No. 48 Tahun 2015).
Surat Edaran ini menuai kontroversi terutama bagi pelaku bisnis Logistik, asosiasi dan stakeholder. Pasalnya, pihak pemerintah seolah olah menuding truk dan angkutan logistics sebagai penyebab kemacetan. Padahal, jika kita perhatikan, melonjaknya kepemilikan kendaraan pribadi juga menjadi salah satu penyebabnya.
Menurut ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO), Kyatmaja Lokman, dampak Surat Edaran ini sangat luas khususnya terhadap rantai pasok dan
logistik. Pelarangan Truk sebagai moda transportasi yang diperlukan
menghubungkan antar stakeholder di rantai pasok, penutupannya akan
sangat mengganggu stakeholder yang lain. Contohnya pabrik, distributor,
retailer, dan sebagainya. Bahkan kapal, pelabuhan, cargo airport juga akan
terganggu. Sekarang ini era nya lean supply chain, karena persaingan yang
sangat ketat, banyak perusahaan menerapkan JIT atau Just in Time system. Bayangkan apakah kita bisa men stop produksi hanya dengan notifikasi
selama seminggu. Pabrik bisa bisa tidak jalan karena menunggu komponen
produksinya masuk. Tidak terbayangkan kerugian stakeholder logistik
karena larangan ini.
Selanjut nya pihak APTRINDO berpendapat Surat Edaran ini perlu dikaji, sebab dengan diterapkannya peraturan ini, tidak hanya pengusaha truk yang rugi, tapi kerugian itu berdampak luas secara nasional.
Truk Terancam Nganggur di Akhir Tahun |
Sebagai praktisi di bidang Logistik & Supply Chain, saya juga sependapat dengan Aptrindo, meski sebagai pribadi saya senang jika perjalanan libur akhir tahun saya lancar he he. Sepengetahuan saya, ini baru pertama kalinya Kemenhub membuat larangan truk melintas di libur akhir tahun.
Saya melihat, Surat Edaran ini hanya lah efek dari kemacetan kemarin tanggal 24 dan 25 Desember. Padahal, masih ada cara lain yang bisa ditempuh oleh pemerintah sebagai regulator agar tidak salah dalam memberikan solusi, bisa dengan rekayasa Traffic, pembagian jalur khusus truk, atau jika mau menerapkan solusi jangka panjang ya harus ditekan angka penjualan kendaraan pribadi, disesuaikan dengan pembangunan jalan raya.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Yang jelas, faktor kemacetan itu tidak hanya disebabkan oleh truk saja, masih banyak penyebab lain yang belum dilihat secara objektif oleh pemerintah.
Semoga benang kusut ini bisa terurai...
Salam Supply Chain Logistics Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar